02 Januari 2013

#harike2 Wahai Wanita, Simaklah Ajaran "Yuki'' Untuk Melawan Pelecehan Seksual




Ada salah satu karya yang cukup berkesan dari pameran Jakarta 32 C-nya ruangrupa  yang dihelat Oktober lalu, yaitu sebuah film pendek berjudul Yuki garapan salah satu mahasiswa Jurusan Film Binus Universtity bernama Citra Melati. 

Bagi saya, daya tarik utama film tersebut adalah karena pada sesi film karya-karya film pendek, nama kampus Binus University mendominasi, seinget saya, ada tiga dudul. Dan dua di antaranya adalah milik Citra Melati. Selain Yuki, Citra Melati juga punya  Mama, Anak Perempuanmu Bertato. Keduanya kental berisi isu tentang wanita. Kalau pada film kedua kita bisa dengan mudah menebak isi filmnya dengan melihat judul, pada Yuki  pasti kita tak punya asumsi apa-apa sebelum film dimulai.

Film berkisah tentang seorang siswi SMA bernama Yuki yang pulang menggunakan angkutan umum pada malam hari. Tanpa disangka, seorang preman yang mengikutinya juga masuk ke dalam mobil yang ditumpangi Yuki. Kepanikan pun terjadi, apalagi mobil tersebut hanya berisi si preman, supir, Yuki dan seorang cewek kantoran.

Seperti yang bisa ditebak, supir dan preman itu bersekongkol. Tiba-tiba mobil menuju ke tempat yang sepi. Sang preman pun mulai melakukan penyerangan kepada Yuki. Ia berniat memperkosanya. Tapi, karena Yuki adalah cewek pemberani, ia tak lantas pasrah, sejumlah perlawanan ia lakukan.

Di sinilah daya tarik kedua dari film ini bagi saya. Melihat adegan pelecehan seksual itu, pasti  kita akan mengingat fenomena beberapa waktu lalu, saat banyak sekali terjadi percobaan pemerkosaan di angkot sepi. Tak hanya dampak psikologis saja yang ditinggalkan melainkan ada beberapa yang dibunuh.

Tak hanya simpatis, bagi kaum wanita berita itu menimbulkan kepanikan sekaligus kekesalan yang teramat sangat pada situasi tersebut. Lewat film Yuki ini, dengan sangat baik, sebagai seorang wanita, Citra Melati merangkum perasaan benci kaum wanita itu.

Rasanya tak ada hal lain yang tercipta dari kebencian yang maksimal selain amarah. Melalui Yuki juga, kita sekaligus diajak untuk melampiaskan amarah pada para pelaku pelecehan seksual. Dengan sangat sadis, akhirnya Yuki melawan prema tersebut, setelah berhasil menaklukkan kelemahannya. Adegan berdarah-darah pun terjadi. Yuki dan si cewek kantoran, dua wanita, berhasil melemahkan keserakahan kuasa pria atas hasrat seksual.

Saya yakin, setelah menyaksikan film ini, para penonton, terutama yang wanita akan selalu merasa bisa lebih kuat dan tidak melulu menyerah pada pria-pria serakah. Bahkan, mungkin tak mungkin juga kalau perlawanan Yuki pada film dianggap sebagai tutorial atau panduan bagi para wanita jika terjebak pada situasi serupa.

Setelah menyaksikannya di Jakarta 32, film Citra Melati dan beberapa temannya dari Binus University jadi sering saya lihat berlalulalang di acara pemutaran film yang digelar oleh beberapa tempat dan festival.

Salut!!

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall