Saya tahu bahwa setelah saya selesai menulis ini saya bakal nyesel dan nggak nyangka kalau saya sudah sebegitu melankolisnya sampai-sampai hal kayak gini aja harus ditulis apalagi dipublish. Tapi benar-benar aneh rasanya dengan keadaan saya saat ini, saya cemas, kesal dan panik gara-gara skripsi. Padahal jauh sebelum saya memutuskan untuk mulai mengerjakannya, saya merasa sudah berhasil menanamkan sugesti bahwa skripsi itu bukan hal menakutkan, adalah berlebihan jika seseorang terlalu memikirkannya, apalagi sampe stres.
Setiap ada kawan yang mengeluh dan bercerita tentang pengalaman orang atau pengalaman dia dalam pengerjaan skripsi yang bikin stress saya selalu nggak mau percaya, bagi saya dia terlalu berlebihan, dan dia udah teracuni stigmanya oleh pendapat orang-orang. Selain itu, saya juga menanam persepsi bahwa pengerjaan skripsi itu nggak semestinya menyita seluruh keseharian kita. Jadi kita bisa melakukan aktivitas (bekerja, berkarya, atau berorganisasi) beriringan dengan skripsi.
Setiap ada kawan yang mengeluh dan bercerita tentang pengalaman orang atau pengalaman dia dalam pengerjaan skripsi yang bikin stress saya selalu nggak mau percaya, bagi saya dia terlalu berlebihan, dan dia udah teracuni stigmanya oleh pendapat orang-orang. Selain itu, saya juga menanam persepsi bahwa pengerjaan skripsi itu nggak semestinya menyita seluruh keseharian kita. Jadi kita bisa melakukan aktivitas (bekerja, berkarya, atau berorganisasi) beriringan dengan skripsi.
Jika dibandingkan dengan pengalaman PKL jadi reporter, kayaknya skripsi nggak jauh beda dengan menulis sebuah artikel. Kita mengangkat isu yang temanya disesuaikan dengan program studi kita, lalu kita bahas itu secara mendalam dengan wawancara orang-orang yang terkait dan browsing-browsing info lain untuk nambah wawasan. Nah, bukannya skripsi juga seperti itu, cari masalah atau isu yang ingin dikaji, lalu dibahas. Bahkan masalahnya disesuaikan dengan keinginan dan kesanggupan kita, nggak seperti di media. Selain itu, jika berorientasi pada kuantitas, penulisan skripsi bisa dengan mudahnya mencapai puluhan halaman karena spasinya 2, pun marginnya diperluas lagi. Sumber datanya kita dapet dari wawancara juga, bahkan jumlah orang yang harus diwawancara kadang lebih sedikit dengan saat ngebuat berita/artikel. Nah, kenapa bikin artikel/berita aja paling lama hanya seminggu, mengapa skripsi lama banget. Yang membuat skripsi dan artikel itu berbeda ialah metodologi dan teori. Dalam penulisan skripsi semua itu harus di bahas secara rinci. Padahal sebenernya dalam penulisan artikel biasa kita juga menggunakan metode tertentu tapi rasanya nggak sampe harus mesti dibahas dan tidak mengikat atau kaku..