Hari ini harian Kompas genap
berusia 50 tahun. Saya ingin turut merayakannya. Pasalnya, saya sangat suka
koran ini. Apalagi Kompas Minggu. Selalu saya tunggu. Membeli Kompas Minggu
adalah rutinitas yang saya lakukan sepaket dengan bangun tidur dan sarapan.
Persis di seberang rumah ada kios koran. Sangat mudah untuk saya membelinya.
Bahkan kadang tanpa keluar pagar, yaitu dengan memanggil penjualnya dan
memintanya menyeberang. Saking gampangnya beli koran, saya juga sering ngutang, yaitu ketika tiba-tiba pengin
beli koran, tapi dompet ada di kamar, lantai atas.
Kompas sudah 50 tahun, tapi
kesadaran untuk membacanya baru muncul pada saya sekitar tiga tahun lalu.
Selulus kuliah saya mengikuti workhop
penulisan kritik seni rupa di ruangrupa. Para pemateri kerap merekomendasikan
rubrik Seni di Kompas Minggu untuk dibaca. Ulasan pameran dan kritik seninya bernas,
katanya. Sejak itu saya membiasakan diri membeli Kompas Minggu. Baca Kompas
selalu sukses bikin saya nambah wawasan dan nemu inspirasi.
Tentu, akhirnya tak hanya rubrik
seni yang saya gugu. Perhatian saya juga menjelajahi sekujur tulisan yang ada
di berkas Kompas Minggu. Jika Kompas adalah sekolah maka Kompas Minggu adalah
jurusan yang saya pilih. Saya senang duduk menyimak materi-materinya dan
diam-diam mempelajari cara penulisan tiap artikelnya.