03 Januari 2013

Hari ke-3: Meneguk Seni dan Merasakan Intimasi di Sekeliling Kopi



Meneguk Seni dan Merasakan Intimasi di Sekeliling Kopi
Semacam ulasan hasil kunjungan ke Kopi Keliling: Volume 6 

Pada suatu pagi di awal Desember lalu, saya ngobrol ngalor-ngidul dengan Dea lewat sambungan SLJJ yang difasilitasi pesawat Whatsapp. Kami membicarakan beberapa gerakan dan komunitas yang sedang berkembang saat ini. Dari sekian banyak nama yang kami sebut, Kopi Keliling adalah yang paling santer kami bahas. Saya dan Dea sangat tertarik dengan gerakan para seniman muda ini. Bahkan sudah sejak awal dimulainya, Dea ikut berkontribusi di snaa. Cukup panjang sekaligus panas obrolan kami saat itu.  Menariknya, kami nggak menyindir sedikit pun tentang gelaran Kopling Vol 6 yang pada 16 Desembernya. Walau saya yakin, Dea pun tahu banget tentang jadwal penyelenggaraannya itu.  
                            
Hingga pada Minggu, 16 Desember 2012, sore, selepas rapat di kantor, saya meluncur ke daerah Gandaria, menuju 1/15 Coffee, tempat Kopling Vol 6 digelar. Gelaran ketiga Kopling yang saya kunjungi

Tak butuh waktu lama untuk saya bisa mencicipi fisolofi kopi dari acara Kopling ini. Setibanya di sana, saya yang berangkat sendiri, langsung bertemu banyak teman dan relasi. Pertama dan yang paling mengejutkan, saat membeli tiket dan lanjut menunduk untuk menulis buku tamu, saya mendengar nama Dea sering di sebut-sebut orang yang di depan saya. Dan, seperti yang bisa kalian tebak, itu adalah Dea si teman saya itu. Hahaha… Tanpa janjian, kami bertemu. Padahal sebelumnya saya sempat bilang kalau saya pengen banget ke Bandung dan ketemu dia. Eh, justru tanpa rencanalah kami bisa berjumpa. 

Setelah Dea, saya juga dikejutkan oleh keberadaan Fiba, salah seorang teman kampus yang sedang bertugas meliput. Dia reporter Kompas TV. Cukup banyak pertemuan-pertemuan yang menggugah saat itu, termasuk pertemuan (sedikit) resmi saya dengan beberapa seniman muda untuk merencanakan sebuah proyek.

Kopi memang ajaib. Di dalamnya, gula, susu, mocca, jahe dan materi-materi lainnya bisa bertemu dan bercampur baur menghabiskan waktu dengan obrolan-obrolan yang hangat dan renyah.

Kopi dan keliling. Kesegaran kopi juga cocok untuk menemani saya dan para pengunjung lainnya berkeliling  menikmati berbagai rupa karya seni yang disuguhkan di café dengan dua lantai itu. Di lantai dua, tempat yang pertama saya kunjungi, kita bisa sambil aneka ria merchandise yang artsy pada bazaar mini yang menempati salah satu sudutnya.

Nah, di edisi keenamnya ini, Kopling punya mata acara terbaru, yaitu bioskop keliling. Sejumlah empat film pendek garapan filmmakers lokal dipertontonkan pada sebuah screen besar dan karpet luas yang digelar di ruang utama lantai dua sekitar pukul 19:30. Keempat judul film tersebut adalah Kitik, Portal Service, Gamelan Noise dan Punchline. Saya memberikan kredit khusus untuk Portal Service dan Punchline. Ide ceritanya benar-benar mengejutkan dan di luar dugaan. Benar-benar otentik nyelenehnya. Hahaha.

Di lantai dasar, kita bisa menyaksikan karya-karya seni rupa dari beberapa seniman muda. Ada satu karya yang saya suka di sana. The Perfect Drug milik Rega Ayundya Putri. Seorang wanita, terlihat sedang asyik merendamkan dirinya pada secangkir kopi. Ya, walau seluruh rupa dari karya yang katanya dibuat dari media Fiberglass ini berwarna putih total, tapi saya yakin itu adalah kopi. Lalu, pose si perempuan persis seperti sedang mandi di bathtube. Kepalanya yang tak terlihat, mungkin sedang ditenggelamkan, seolah mengartikan kalau dia tengah asik meminumi dengan khusyuk kopi tersebut. Metaforik! 

Lalu, biasanya, kopi yang hangat adalah pembangkit semangat. Untuk itu, di tiap gelarannya, Kopling selalu menyediakan meja, kertas kosong, serta alat gambar yang siap jadi pelampiasan bagi para pengunjung yang bersemangat untuk menuangkan idenya. Bedanya, kali ini, yang disediakan bukanlah kertas-kertas satuan, melainkan berwujud sketch book eksklusif. Baiknya, dengan sketchbook, karya-karya bisa diarsipkan dengan mudah. Tapi sayang saja, kita jadi butuh waktu lebih untuk mengantri. Pasalnya, jumlah sketchbook yang disebar nggak banyak.

Kopi juga membuat kita jadi lupa kantuk. Di sana, dalam banyak obrolan, saya larut. Rasanya, sayang untuk melewatkan kesempatan bisa bertemu dan ngobrol dengan teman-teman dan kenalan baru yang punya satu ketertarikan di sana. Jadi, jadwal pulang yang sudah saya rencanakan pun diundur sedikit. Hehehe…

Harapan saya, seelagan apa pun racikan ‘kopi’ yang berkeliling ini, Kopling tetap bisa diceburi dan diminum oleh setiap seniman muda dari kalangan mana pun. 











sesi artist talk. 
cowok berbaju putih itu adalah Ruuki Nuaraya. Dia akan memandori sebuah proyek seni yang cukup seru. Beruntng, saya diajak serta. :)



1 komentar

Golda Regina Purba mengatakan...

ha? desta dateng? yaahhh

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall