26 Februari 2016

(Cerpen) Kartu Pos dari Seberang



Ini hari ketiga Yusuf ke rumah bertembok kuning berpagar kayu yang berhadapan dengan kavling dengan bangunan rumah yang sudah hancur setengah. Ia tetap tak mendapatkan seseorang pun yang keluar pintu dan membalas sapaannya

“Permisi! Pos!” sahut Yusuf

Sudah delapan setengah kali ia menyapa. Yang terakhir tak selesai karena ia dikagetkan sebuah mangga menimpa kepalanya, jatuh dari pohon yang rantingnya melintang di atas pagar

Di hari pertama kunjungan, Yusuf bingung bukan main. Alamat yang dituliskan tak hanya sulit dibaca, tetapi juga tak menampilkan nomor rumah. Nama gang pun baru Yusuf bisa baca setelah minta petunjuk istrinya, dua temannya, dan satu penjaga tempat fotokopi. Selebihnya, pengirim menyebutkan patokan rumah. “Depan rumah kosong, yang ada pohon mangga.” Untuk kiriman satu itu, Yusuf juga menjadi detektif pos

Kartu pos ia masukkan ke saku kemeja. Mangga tadi ia masukkan ke tas

Andai saja Yusuf tidak membaca isi pesan pada kartu pos itu, ia tak akan berusaha sekeras ini mengantar. Tapi Yusuf sudah terlanjur membaca surat telanjang itu, dan membuat Yusuf membayangkan kalau dirinya adalah si penerima pesan manis itu. Bahkan, Yusuf sampai punya ide untuk mengganti nama pengirim dengan nama istrinya, lalu mengalamatkan ke dirinya sendiri. Ia kirim lewat kantor pos lain yang agak jauh dari tempat kerjanya

Pak Gun, penjaga fotokopi tempat Yusuf menanyakan alamat di hari kedua, yang mendapati Yusuf begitu melempar pecinya. “Senyum sendirian aja, lu, Suf. Ajak peci gue, tuh. Kasian dari tadi dia bengong mulu.” Yusuf cengegesan

Di hari kelima Yusuf baru bisa balik ke alamat itu. Di ujung gang Yusuf berhenti, tak seperti biasa kali itu portal mengadang. Yusuf melihat, di rumah tujuannya ramai orang, sampai-sampai ada tenda dan banyak kursi

Di tepi portal ada janur kuning melintang. Yusuf membaca nama yang tertulis di situ. Satu nama persis dengan nama yang ada di kolom alamat kartu pos itu. Yusuf tersenyum

Sementara satu nama lagi, ternyata tak sama seperti nama pengirim kartu, tidak seperi yang Yusuf bayangkan. “Astaga naga,” Yusuf mengelus dadanya

(ilustrasi oleh: Made Wiryawan)
----
Pertama kali ditulis pada 15 Januari 2016 untuk program #30haribercerita

1 komentar

salamatahari mengatakan...

Bikin novel, Kiw...

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall