LUPUS emang udah jarang main ke HAI lagi, sejak bisnis kue maminya berkembang pesat. Ya, soalnya pulang sekolah sebelum si Lups ini sempet ngapa-ngapain, langsung aja disuruh ngaduk-aduk adonan pake mixer. Walhasil waktu untuk main jadi berkurang. Tapi Lupus nggak sedih, soalnya sambil ngaduk adonan, Lupus bisa nyambi ngemil kismis, keju, atau sukur-sukur bisa kebagian kue yang agak gosong. Lumayan, kan, meski agak pait-pait dikit
Nah, siang ini kebetulan si Mami
lagi nggak banyak orderan. Jadi, Lupus bisa main-main lagi ke kantor HAI. Tak
disangka tak diduga, kedatangan Lupus disambut amat hangat. Ketika lupus buka
pintu redaksi, orang redaksi yang udah ngumpul di ruang tunggu, sebangsa si Iis,
Rini, Denny, Weda, Dhw, langsung histeris menyambut, "Welcome! Welcome!
Welcome, Keanu Reeves!"
Lupus bengong. Kok, Keanu Reeves?
Lupus jadi ngaca di kaca rautan yang ia bawa-bawa dari sekolah. Apa iya mirip?
Anak-anak redaksi juga bengong.
"Kok si Lupus?"
Oalah, ternyata mereka itu lagi
nunggu-nunggu kedatangan Keanu yang rencananya datang bertandang ke redaksi HAI
atas undangan HAI. Karena kebetulan Keanu sedang berada di Jakarta dalam rangka
mempromosikan Restoran Speed yang buka cabang di Jakarta. Itu restoran
rada-rada ajaib juga. Didesain di atas sebuah bus yang berjalan keliling kota.
Jadi orang yang makan terguncang-guncang karena busnya ngebut di jalan tol.
Walhasil para penjual bubur ayam yang pake mobil di Senayan pada protes karena
idenya dicolong Keanu. Tambahan lagi lisensi untuk restoran itu dipegang
seorang konglomerat yang bisa dengan enteng menggilas bisnis kecil-kecilan para
pedagang kaki lima. Karena para pedagang kecil-kecilan itu kan jelan-jelasan
nggak bisa minta proteksi, dengan dalih: menuju pasar bebas!
Ya, itu latar belakang kedatangan
Keanu.
Makanya kedatagannya pun disambut
gegap gempita oleh orang seredaksi. Makanya lagi, ruang tunggu kantor HAI kali
itu rada istimewa, dengan hiasan balon di tiap
sudut plus kertas warna-warni yang terjulur dari ujung ke ujung.
Dan anak-anak HAI yang udah buat
persiapan mau bikin surprise atas
kedatangan bintang besar Amerika itu jadi sebel bercampur gondok ketika yang
muncul malah si Lupus.
Lupus sih cengar-cengir aja.
“Aduh, pada tega ih nyamain gue
sama Keanu," ujar Lupus sambil ngeloyor masuk, diiringi pandangan jutek
para redaktur.
"Emang ada angin apa lo
datang kemari?" si Iis yang paling senewen nungguin Keanu lantaran udah
cita-cita dia nggak bakal kawin dulu sebelum ketemu Keanu, bertanya judes pada
Lupus.
"Emang harus ada
angin?" tanya Lupus lagi,"Kalo angin kentut mau?"
Iis langsung menutup idung sambil
misuh-misuh.
Tapi kedatangan Lupus akhirnya
benar-benar disambut oleh Iwan, sang wakil Pemred yang langsung nembak,
"Pus, lo kan demen Duran Duran, mau nggak wawancara mereka?"
"Ha?" Lupus bengong
ditodong begitu. Bukannya yang mau datang itu Keanu?
"Iya, kita dapet skedul
wawancara dengan mereka di Hong Kong. Kamu mau nggak pergi ke sana? Soalnya si
Denny wartawan musik kita itu tuh minder. Nggak tau minder karena bahasa
Inggrisnya masih kayak Miki Mos, atau minder karena kalah kece sama Duran
Duran!" ujar Iwan lagi seperti membaca keheranan Lupus.
"Yang bener nih?"
"Bener. Tapi beli tiket
sendiri, ya?" Soalnya jatahnya cuma buat dua orang. Dan itu udah dikuasai
Denny sama fotografernya, si Sute... Murah kok, cuma enam ratus dolar. Kamu kan
lagi kaya, Pus. Denger-denger bisnis kue nyokap kamu lagi laris manis full kismis..."
Kata-kata Iwan terakhir soal
tiket, udah nggak dipikirin Lupus lagi. Yang penting, ia girang banget punya
kesempatan ketemu sama grup yang dulu pernah ia idolakan. Terus terang aja,
Lupus mau nanya ke sodara kembarnya, si John Taylor, kok rambut dia sama Lupus
bisa samaan. Sama-sama kayak sarang burung. Siapa meniru siapa nih? Hihihi...
Akhirnya, setelah Lupus langsung
setuju, ia pun pulang. Mau buru-buru ngebantuin Mami bikin kue. Iya lah ia kan
butuh duit buat beli tiket. Ngandeli tabungannya aja mana cukup?
Sekali lagi Lupus melewati ruang
tunggu yang tadi dipenuhi orang-orang yang nungguin Keanu. Tapi di ruangan itu
kini tinggal Iis seorang, yang masih setia nungguin. Yang lainnya udah pada
putus asa gara-gara kecewa berkali-kali. Iya lah, gara-gara mau bikin surprise, setiap ada yang buka pintu
langsung disambut meriah dengan yel-yel. Padahal setelah Lupus tadi yang datang
makin kagak top. Tukang jualan video yang mau nawain dagangannya, tukang AC
yang mau ngebetulin AC kantor, anak kecil yang mau ngirim kuis, dan terakhir
yang paling menyebalkan. Mas Kaelan yang membawa gambar hasil separasi
Iis berteriak sewot, "Aduh,
Mas Kaelan, biasa-biasanya kan Mas lewat pintu samping. Kok sekarang pake acara
lewat pintu utama segala!!!"
Mas Kaelan cuma cengar-cengir
ge-er. Iyalah, tujuh belas tahun kerja di HAI, baru sekali ia disambut begitu
hangat. Mas Kaelan yang udah cukup bangkotan itu pun langsung berniat memotong
rambut cepak alias krukat model Keanu besoknya. Siapa tau beneran mirip!
Lupus pun lewat ruang tunggu itu
sambil melirik Iis yang setia memegang spanduk kecil bertuliskan: "Keanu, I Love You".
"Udah, deh, Is. Keanu-nya
batal datang....."
“Kenapa emang?" tanya Iis
galak.
"Soalnya ia janjian mau
ngeceng di PI Mall bareng gue," ujar Lupus enteng.
Iis misuh-misuh lagi. "Nggak
mungkin! Imposible! Tipu la
yaouw!"
Saat itu Iwan nongol di ruang
tunggu. Langsung ngomong ke IIs, "Is, tadi ada telepon dari panitia
Restoran Speed, katanya Keanu batal datang ke HAI, karena mau belanja di PI
Mall!"
"Hah?" Iis langsung
jatuh lemes.
Sedang Lupus langsung mengedipkan
sebelah matanya, "Apa gue bilang, kan?"
Lupus ngeloyor pulang.
===
Ternyata tiket bolak-balik ke
Hong Kong itu cukup mahal juga buat kantong Lupus. Enam ratus dolar itu kan
kira-kira sejuta seperempat lah. Itu juga karena dapet diskon. Dan dari
tabungan Lupus, plus bantu-bantu Mami bikin kue, cuma terkumpul delapan ratus
ribu. Masih kurang. Lupus pun nyamperin Boim buat minta bantuan ide.
"Kalo lo mau, kerja di
bengkel abang gue aja, Pus," ujar Boim.
"Kebetulan liburan ini gue juga mau magang di sana, Biar kalo abang gue pensiun, gue bisa nerusin usahanya!"
"Kebetulan liburan ini gue juga mau magang di sana, Biar kalo abang gue pensiun, gue bisa nerusin usahanya!"
Hari pertama Lupus mulai kerja,
ternyata di bengkel lagi ada ribut-ribut soal keilangan. Narun, salah seorang
montir, sibuk nyari barang-barang. "Busi saya mana? Obeng saya mana? Mana!
Mana! Kok pada nggak ada? Kamu yang ngambil, ya, Pus? Ngaku aja deh."
Lupus sebel baru masuk langsung
dituduh begitu. "Enak aja. Baru juga dateng, udah dituduh nyolong."
Tapi belum sempat Lupus ngomel
lebih panjang, Sudin, montir yang lain, juga mulai uring-uringan. Dia
celingak-celinguk, kemudian ikut-ikutan heboh. "Lho, kok baut saya ilang?
Lho, bukan cuma batu, obeng juga ilang?! Lho, busi saya juga lenyap? Ke mana
ya?"
Narun jadi kesel. "Jangan
ikut-ikutan. Orang kehilngan, kamu ikut keilngan. Ngeledek, ya?"
"Maap, Run. Saya juga
keilangan. Emang ndak banyak, cuma ilang baut dua biji, busi tiga biji, sekring
satu lusin, obeng tiga batang, sama...."
Narun buru-buru membentak.
"Segitu nggak banyak? Dasar idiot! Saya ilang obeng lima batang, baut empat
lusin, pelek satu gros."
Boim langsung mendekati kedua
montir tersebut. Sudah, sudah, nggak usah berantem. Nanti yang ilang akan
ketemu kalau dicari. Abang gue juga sering keilangan belakangan hari ini.
Tapi... ya itu tadi, abang gue nggak tau siapa yang ngambil. Katanya, kemaren
Pak Somse pelanggan kita itu, baut sepedanya ilang."
"Baut sepeda ilang aja
bingung."
"Lho, baut itu dari emas.
Maklum deh, orang Jakarta kan lagi demam sepeda mahal."
Narun jadi penasaran.
"Pokoknya, pencurinya harus kita temukan!"
"Lho, saya nyari baut dan sekrup bukan nyari pencuri, Run," ujar Sudin polos.
"Semua itu ilang karena ada yang nyuri, dasar idiot!" bentak Narun.
Dan sore itu langsung aja Lupus
dan Boim niat mau bantuin abangnya mencari tau siapa pencurinya. Lupus dan Boim
melangkah dengan cara berjinjit, persis langkah James Bond atau langkah Jim
Carry di Ace Ventura lagi jadi detektif. Pakaian mereka seperti layaknya
detektif-detektif top di Barat sana. Memakai jaket panjang dan topi pet ala
Sherlock Holmes. Lupus mengisap cangklong, sementara Boim mengisap cerutu.
Lupus melangkah dengan mata tertuju ke jalan, sedangkan tangannya memegang kaca pembesar.
"Nah, ini dia. Ini pasti baut yang ilang!" seru Lupus.
Boim memungut baut itu. "Bukah, ah! Baut di bengkel abang gue nggak ada yang mengilat kayak begini!"
"mengilat? lo kira bohlam! ini mengilat karena kena oli, tau!" Lupus kesel.
Dan seharian penyelidikan mereka tak menemukan tanda-tanda siapa dan ke mana barang bengkel yang ilang.
===
Pagi hari, keadaan bengkel yang bernama "Bongkar Tinggal" itu masih lengang. Seorang gadis seksi penjual kue baskom bernama Leila Lololopoh masuk mengendap-endap. Wajahnya celingak-celinguk, dan matanya mengerling genit.
"Aha, kayaknya pada belon dateng nih. Ngobyek dulu, aahhh..." Maka, Leila pun membuka baskomnya. Ia mengeluarkan lontong, lalu mengisinya dengan baut. Lalu mengeluarkan kue talam dan mengisinya dengan busi. Lontong yang lain pun diisinya dengan busi.
Jadilah pagi itu Leila Lololopoh memasukkan pernak-pernik bengkel ke dalam dagangannya.
"Kayaknya udah cukup deh. Oh ya, ini harus dipisahkan, biar kagak diembat langganan saya, gitu!" ujar Leila sambil menyisihkan barang dagangannya yang telah diisi macam-macam onderdil.
Ketika itulah abangnya Boim
datang.
"Pagi, Leila!" sapa
abang Boim.
"Pagi, Bang. Wah, saya sudah
keduluan dateng nih, Bang. Mau lontong? Rasa kaldu ayam apa rasa bulu
ayam?"
"Rasa jengger ayam aja,
deh!"
Abang menerima lontong yang
diberikan Leila. Lalu memakannya. Tapi baru menggigit, ia sudah ber-auw menahan
sakit. Ketika ia memuntahkan (atawa melepehkan, dalam bahasa Jawa), ternyata
bukan cuma lontong yang keluar tapi juga giginya.
"Busyet! Ini lontong kok
alot banget ya, Jeng Leil? Saking alotnya gigi saya patah!"
Leila mendadak sontak kaget.
Matanya melotot. Dan Abang mengeluarkan sesuatu dari dalam lontong.
"Hah, busi? Jeng Leil, ini
isi lontong terbaru, yah?"
"Ma-ma-maaf, Bang. Pasti itu
salah bikin!"
"Jangan-jangan yang lain
juga salah bikin!"
Abang memanggil Boim dan Lupus
yang baru datang. "Boim, cepet sini! Coba lo sama Lupus periksa kue-kue
salah bikin ini!"
Dan di kue-kue yang lain,
ditemukan banyak onderdil milik bengkel yang hilang. Leila langsung ditangkap.
===
Leila memuntir-muntir ujung
blusnya dengan mimik ketakutan. Dia duduk di kursi dikelilingi Abang, Narun,
Boim, dan Lupus. Sudin nampak belum muncul.
Leila sedang diinterogasi oleh
ketiga "penghuni bengkel" Di atas meja Abang, kue-kue sudah terbelah
dua, di situ menyembul baut, obeng, dan peralatan bengkel lain.
"Jadi, selama ini kamu
malingnya?"
Leila mengangguk lemah.
“ternyata kamu musuh dalam
selimut,” maki Nurdin.
Leila jadi sewot. “Abang kira
saya tumbula?”
“Kagak usah becanda! Gara-gara
kamu, hubungan kami di bengkel jadi suram!” Narun membentak.
“Ya, ibarat air yang suram-suram
kuku!” celetuk Boim
“Pokoknya, gini aja deh, Jeng
Leil. Kenapa kamu kok tega-teganya maling di bengkel kita?” putus si Abang.
“Sebenernya, saya mau ngemaling
di bengkel sodara saya. Tapi… jauh, Bang, di Tegal. Akhirnya saya pilih aja
yang terdeket,” ujar Leila santai
“Dari tadi keteranganmu
ngalor-ngidul. Sekarang, jelaskan kenapa kamu mencuri benda-benda di bengkel
ini?” Abang jadi nggak sabaran.
“Sebenernya, bakat itu sudah ada.
Tapi sekarang baru tersalurkan, itu karena bapak saya di kampung lagi bikin
traktor. Saya nggak bisa ngasih modal duit, jadi… ya saya kirimin bahan-bahanan
mentahnya aja. Seperti baut, obeng, busi. Oh ya, kemaren saya sempat nyumpelin
baut gede ke kue sus. Tapi… udah dimakan sama si Narun….”
Narun terkejut. “Hah?!”
Boim cekikikan. “Pantes aja sejak
kemaren dia kagak bisa ke belakang. Ada yang nyangkut ternyata.”
“Jeng Lei, kami kan baik sama
kamu. Jadi mulai sekarang, saya mohon jangan sekali-kali lagi mengambil
barang-barang yang ada di bengkel. Kecuali kalau dikasih!” ujar Abang.
Leila dengan santai melengos
centil. “kalo emang kagak boleh ngambil di sini ya udah.”
Leila bangkit seraya merapikan
roknya. “Saya mau pamit dulu, ah! Kebetulan bapak saya baru ngirim surat,
katanya mau bikin rumah.”
“Wah, bagus itu, jadi nggak perlu
nyolong baut di sini lagi!”
“Ya, jelas tidak. Saya mau ke
gang sebelah, ada yang lagi ngebangung hotel. Kali aja ada papan, paku, atau
gembok yang bisa diembat…”
Leila mengambil baskom dan
menarhunya di kepala. Lalu melangkah dengan genit.
“Pamit dulu, ah. Oh ya, besok mau
dibawain lontong rasa apa?” tanya Leila.
“untuk smentara saya bawa bekel
dari rumah aja, Jeng Leil,” ujar Abang.
Baru juga Leila mau meninggalkan tempat
itu, tiba-tiba Sudin datang tergoropoh-gopoh. Mukanya tampak panik.
“Bang! Abang! Gasywat… Sepeda
yang kemarin sudah direparasi, sekarang ilang.”
Semua kaget. “Ilang?!”
Bersamaan mereka menatap curiga
kepada Leila.
Leila
langsung menggeleng ketakutan. “Sumpah, saya nggak ngambil. Kalo mesin bubut
yang ilang kemaren emang saya yang ngambil. Tapi yang sekarang? Sumpah… bukan
saya. Padahal entu sepeda udah saya incer dari kemaren. Sumpah deh, biar saya
dikutuk jadi Sharon Stone, saya nggak ngambil.”
**
Beberapa
saat kemudian, Lupus bener-bener berangkat ke Hong Kong dengan Denny dan Sute.
Ya, meski duit buat tiket belum kekumpul, HAI mau nalangin dulu buat ongkosnya.
Jadilah Lupus berangkat. Keberangkatan Lupus tentu membuat heboh temen-temennya
bangsa Boim, Gusur, Anto, Aji, terutama Fifi Alone. Kebetulan Fifi juga artis
kapiran yang penggemar cowok-cowok keren selevel Duran Duran. So pasti doi heboh banget. “Bener, Pus?
Lo mau ketemu Duran Duran? Wah, ikke kudu
ikut, dong?”
Lupus
menggeleng kuat. “Nggak boleh. Nggak ada jatah!”
“Yaaaa,”
Fifi kecewa berat. “Boleh ikut dong!” ujar Fifi memohon tapi maksa.
“Nggak!”
ujar Lupus.
“Sombong!”
“Iya,
Pus. Gue kan juga mo ketemu abang gue, si Simon LeBon… Kalo nggak boleh,
bilang deh ada titipan salam dari adiknya, Boim LeBon…,” ujar Boim.
Cuma
Gusur yang nggak seberapa berminat. “Daku sih hanya pesan dim sum asli Hong
Kong, Pus. Sama makanan-makanan khas Hong Kong lainnya, bangsa shark fin, bebek panggang dan
sejenisnya…”
Berhubung nggak boleh ikut, walhasil Fifi nitip oleh-oleh seabrek-abrek banyaknya. Sampai semaleman ia buat daftar itu. Karena Fifi tau kalo di Hong Kong itu pusat belanja yang murah. Terutama buat merek-merek beken model Mark & Spencer, Esprit, Varsace, sepatu Biblos, atau baju-baju mewah yang kebanyakan di-sale. Barang-barang itu tentu klop dengan keartisan Fifi.
“Ini ikke juga nitip uangnya. Jangan lupa ya,
Pus, sama semua pesanan ikke!”
“apaan nih, Fi?” ujar Lupus kaget.
“Daftar
belanjaan…”
“APA?”
“Jangan
kaget dulu, Pus. Ikke juga nitip souvenir asli dari Duran Duran. Kaosnya
Simon LeBon kek, cincinnya Nick Rhodes kek, atau kalo bisa rambutnya John
Taylor, ya?”
“Gokil
ya kamu?” Lupus sewot setengah mati.
Dan pada
hari yang ditentukan, berangkatlah Lupus, Denny, dan Sute ke Hong Kong naik
Garuda. Enak lho naik Garuda. Berhubung penumpangnya dikit, bisa pindah-pindah
duduk seenaknya. Atau juga ngobrol ngalor-ngidul sama pramugari
Lewat
udara, Hong Kong nggak begitu jauh. Cuma beberapa jam lah! Dan tiba di Bandara
Hong Kong Internasional, Lupus sempet terpana juga melihat pemandangan di luar.
Gila, Hong Kong ini penuh dengan gedung-gedung tingkat. Udah padat banget. Tak
ada sisa tanah, semua serba rapat. Landasan udara aja dibangun di atas laut,
hingga bau dari pembuangan sungai menyengat tajam
Mendarat
di Hong Kong seperti mendarat di kota raksasa. Karena gedung-gedung yang
menjulang tinggi. Pramugari sempet nakut-nakutin Lupus, sebelum turun, “Suhu
udara di luar dingin banget lho. Kamu harus pake mantel!”
Dan
ketika Lupus melangkah keluar, ternyata udaranya biasa-biasa aja.
Setelah
melewati imigrasi, Lupus dan temen-temennya langsung naik taksi ke hotel yang
udah dipesan. Hotel itu terletak di kawasan Causeway Bay di Pulau Hong Kong.
Sedang bandaranya di Pulau Kowloon, jadi harus lewat terowongan bawah laut
Cross Harbour Tunnel, yang menghubungkan kedua pulau tersebut
Setibanya
di hotel, Lupus, Denny, dan Sute langsung menuju kamar, diantar oleh pelayan.
Waktu mau ngasih tip, Denny udah nyombong ngajak ngomong Inggris, selain
melatih lidahnya yang biasanya terlalu kental logat Pasundannya
“Thanks for helping us, here’s some money
for you,” ujar Denny mengangsurkan uang dolar Hong Kong yang ditukerin di
bandara.
“Ah, nggak usah ngomong Inggris. Saya juga dari Surabaya, kok!” ujar pelayan itu. Denny kaget. Nggak nyangka ada orang Indonesia di sini.
Lalu pelayan itu cerita panjang-lebar kalo memang besar di Indonesia. Deny jadi tengsin berat.
Di kamar hotel, Denny dan Sute langsung istirahat, sedang Lupus disuruh nelepon panitia setempat.
“Kamu lacak EMI Record, Pus. Tanyain kapan janjian wawancaranya, dan sekalian minta tiket gratis!”
“kok saya, Mas Denny?” tanya Lupus.
“Apa kamu pikir kamu dibawa ke sini untuk piknik? Ayo, kerja!” ujar Denny judes.
Lupus terpaksa nelepon ke sana-sini, dengan nomor yang udah dicatetin Denny. Dan Denny dan Sute malah sibuk ngurusin acara besok.
“Besok pagi-pagi kita cari makan, terus belanja di sepanjang Causeway Bay! Siangnya, kita ikutan city tour, ya?” ujar Denny sambil baca-baca brosur. Sute langsung setuju, sedang Lupus cuma geleng-geleng kepala. Heran. Iya, si Denny ini memang suka mengherankan orangnya. Tingkah lakunya nggak bisa ketebak. Yang paling bikin Lupus cekikikan geli ialah waktu si Denny ini—yang mantan seniman freelance itu—tiba-tiba ikut-ikutan eksekutif muda lainnya dengan mengajukan surat permohonan kartu kredit. Ketika dikabulkan oleh pihak bank, ia kegirangan setengah mati mendapatkan kartu kredit Visa. Langsung aja kartu itu, dengan kepolosannya, dilaminasi. Walhasil, waktu mau belanja, kartu kreditnya nggak bisa diotorisasai atau digesrek, berhubung terbungkus plastik.
Denny jadi bahan ketawaan orang sekantor.
“Hahaha, masa kartu kredit dilaminasi?” emangnya KTP? “ ujar Daus, temennya, cekakakan dahsyat.
Ya, itulah Denny. Dan setelah semua hal mengenai rencana interview selesai dikonfirmasi, Lupus pun ikut jalan-jalan di sepanjang Causeway Bay yang di setiap jalan itu toko dan toko melulu. Udara Hong Kong cukup bersih dan dingin, hingga anak-anak muda di jalanannya semua fashionable. Pake baju-baju keren, pakai blaser, rompi, dengan mode-mode mutakhir. Betah banget ngeliatnya. Trotoar dan jembatan penyeberangan kayat catwalk aja. Cuma sayang, penjaga tokonya rata-rata kurang ramah. Dan kebanyakan orang Hong Kong memang kurang ramah, kayaknya.
Tapi sampai sore, Lupus udah ngeborong banyak oleh-oleh buat Mami, Lulu, dan temen-temennya. Nggak lupa foto-fotoan sama Denny dan Sute.
Besoknya di hari yang dijanjiin, pagi-pagi Lupus cs udah ke Hotel Mandarin Oriental, tempat Duran Duran menginap di Hong Kong. Lupus udah janjian sama Calvin Wong, wakil dari pemengang lisensi di EMI Record Hong Kong, yang ngejanjiin Lupus bakal ketemu dengan Duran Duran.
Berhubung mereka belum pada dateng, Lupus dan temen-temennya nungguin di lobi hotel sambil sesekali mencurigai tiap orang yang datang itu Calvin. Setelah lama nunggu, diseling ngecek ke satpam, akhirnya Lupus minum-minum untuk ngilangin gelisah. Grogi juga, bakal ketemu bintang idolanya. Lupus nggak bisa ngebayangin, biasanya dia hanya mendengar lagunya dan nempel-nemplein posternya, kini bisa ketemu orangnya.
Pas Lupus pipis, orang-orang dari EMI dateng. Termasuk Calvin. Lupus makin grogi waktu dikenalin. Ada perasaan aneh melintas, kok ya dia berharap nggak jadi wawancara aja. soalnya Lupus nanti takut nggak bisa ngomong apa-apa. Denny dengan entengnya ngomong begini ke orang-orang EMI, “Ini Lupus, yang nanti mo wawancara….”
"Oya?” orang EMI itu ngeliat Lupus. Agak bengong juga ngeliat waratawannya masih kecil.
Lupus jadi grogi. Aduh, si Denny nggak bertanggung jawab pisan. Pan kita bareng-bareng wawancara.
“Kamu maunya ketemu siapa? Nick Rhodes, Simon LeBon, atau Warren?”
“J-john Taylor,” ujar Lupus ragu.
“Wah, sayang John baru dateng besok, dia ada acara mendadak. Bisa yang lain?”
Meski sedikit kecewa, Lupus langsung menyebut nama Nick Rhodes. Ya, Nick adalah otak dari Duran Duran. Dulu bareng John Taylor, Nick membentuk Duran Duran di tahun 1978
Mendengan Lupus minta Nick, Calvin langsung ngomong, “Pilihan yang pas. Dia memang otak Duran Duran. Dia yang paling cerdas!”
Lupus
dan anak-anak HAI kemudian dijamin makan di lobi, sambil ngobrol-ngobrol.
“Kemana kita jalan-jalan sama Nick. Asyik, tapi tekor juga ngebeliin dia macem-macem…
Iya, kita sebagai pihak perekam harus menyervis mereka semaksimal mungkin…”
Sedang Lupus terus deg-degan nunggu mulainya wawancara. Kayak mau disuntik, rasanya. Ia takut bahasa Inggrisnya yang pas-pasan bakal makin amblas karena grogi.
Nggak lama, tiba-tiba seorang asing memberitahu kalo Nick sudah siap untuk di-interview. Jantung Lupus langsung berdetak kencang. Lupus dan anak-anak HAI lalu digiring ke ruang business cener hotel tersebut.
“Ya, berhubung tempatnya darurat, dsini aja, ya? Ujar Calvin.
Lupus udah nggak bisa ngomong apa-apa lagi.
Kemudian Calvin pergi menjemput Nick di kamar hotel. Tinggal Lupus dan dua anak HAI. Tanpa Lupus tau, Denny memberi kode kepada Sute, pura-pura mo pipis dulu.
“Hei, pada ke mana, Mas?” ujar Lupus.
“Mo pipis dulu nih. Kamu kan udah pipis tadi…. Yuk, sute,” Denny mengajak Sute pergi.
“Eee, ikut dooong!” Lupus buru-buru berdiri.
“Nggak!”seru Sute. “Kamu nunggu Nick di sini!”
“Hah?”
Sepeninggal Sute dan Denny, Lupus jelas makin ketakutan duduk di ruangan dingin itu. Berkali-kali ia bangun dan duduk sambil ngomel-ngomel, kapan dua makhluk nggak bertanggung jawab itu balik.
Tiba-tiba muncul seorang bule di ruangan itu.
“Good morning…”
“Waaaa!” Lupus berteriak kaget.
Tapi bule itu buru-buru digiring ke ruang lain sama manajernya. Ternyata yang muncul si Warren, gitaris Duran Duran yang mau wawancara dengan radio dari Taiwan. Lupus menarik napas lega. Tapi belum lagi abis itu napas diembuskan, tiba-tiba muncul cowok pirang yang kayakny abaru bangun tidur, dengan kaos warna item….
“Hai….”
“Hai….,”
Lupus membalas sambil berdidir terpaku. Cowok itu Nick. Langsung menyalami
Lupus. Lupus memalas.
“Nick
Rhodes from Duran Duran….”
“Lupus….”
“Nice to meet you, Lupus,….”
Lalu
Lupus buru-buru ngeluarin majalah HAI yang ada gambar Duran Duran-nya. Nyocokin
dengan yang di foto. Idih, persis. Nick lalu melihat majalah yang dibawa Lupus
sambil bertanya ini-itu. Karena kecuekannya, suasana jadi cepet akrab.
Saat itu
baru Denny dan Sute muncul sambil cengar-cengir bajing. Lupus mendelik sebel.
“Nick,
wawancaranya bisa dimulai?” ujar Lupus
“Sure!’”
“Langsung
aja, ya? Kan nggak banyak tuh grup new
wave macam kalian yang bisa bertahan lebih dari satu dekade. Tapi Duran
Duran membuktikan dengan suksesnya album terakhir. Apa sih resepnya?"
“Oya.
Tentu saja, Pus. Karena kami sangat mencintai musik. Bersama-sama kami yakin
akan selalu bisa menciptakan sesuatu yang spesial. Kami ini orang-orang yang
sangat sabat, karena kami tau untuk bisa bertahan di bisnis musik itu nggak
gampang, dibutuhkan ketekunan dan konsistensi. Kadang di atas, kadang di
bawah….”
Dan interview lengkapnya, kamu bisa di halaman akhir, ya.
Pokoknya interview yang berlangsung kira-kira sejam itu cukup sukses.
Di akhir wawancara, Lupus sempet ngebangunin Denny yang tertidur di pojokan dengan tendangan kaki. Denny gelagapan. Lalu pura-pura nyimak wawancara, dan bertanya, “Oya Nick, Lupus ini penggemar berat Duran Duran. Liat aja rambutnya nyontek John Taylor punya…”
“Oya?” Nick bebinar matanya.”Wah, nggak nyangka di Indonesia kami punya banyak penggemar….”
“Ya udah, kami pamit, ya? Salam buat John….” Lupus dan anak-anak HAI pun pamit.
Pas malemnya, kita semua diundang nonton konsernya di Hong Kong Collesium. Sempet juga dijamu di belakang panggung….
--
Sisa satu hari. Berhubung udah sukses wawancara, Lupus, Denny, dan Sute jalan-jalan ke Ocean Park. Sebuah tempat pariwisata yang indah kayak Dufan yang dilengkapi sky-lift. Sky-lift itu mengelilingi tebing dan jadi penghubung arena di dataran rendah dan dataran tinggi. Dari sky-lift itu Lupus bisa ngeliat kota Hong Kong yang indah dari atas. Serasa terbang di antara awan yang bergulung-gulung. Semua permainan, dari jet-coaster yang lebih gawat dari Halilintar di Dufan sampai sejenis komedi putar yang mengerikan, sempat dicobai Lupus. Hanya Denny yang nggak berminat, karena ia memang agak panakut. Alasannya takut ketinggian, tapi waktu kemaren berangkat naik pesawat, girangnya nggak ketulungan.
Lupus excited banget. Sampe nggak inget pulang, kalo nggak diteriakin Denny.
Malamnya, lupus meneruskan belanja keliling-kliling Hong Kong. Kota itu memang full shopping center. Oleh-oleh tas buat Mami, sepatu dan baju buat si Lulu, dan daftar belanjaannya artis kapiran, Fifi Alone, udah lengkap kebeli semua.
Dan besoknya Lupus udah balik lagi ke Jakarta. Disambut hangat sama Mami dan Lulu yang udah setia nungguin di tikungan jalan Lupus langsung membagi-bagikan oleh-oleh. Dan uangnya udah nggak bersisa sama sekali. Malah harus bayar tiket yang masih ngutang sama HAI.
Malemnya Lupus jadi nggak bisa tidur. Sibuk nyari akal buat bayar utang tiket sama HAI yang cukup gede itu. Dari mana bisa nyari uang dalam waktu singkat? Mau kerja lagi di bengkel abangnya si Boim males. Nggak bakat. Mau ngapain, ya?
Menjelang pukul dua, ia masin nggak bisa tidur. Uring-uringan sendiri. Di kamarnya masing-masing, Mami dan Lulu sudah tertidur dengan senyum bahagia, karena kebagian oleh-oleh dari Lupus. Mami dapet tas kulit keren, sedang Lulu dapet baju model paling mutakhir. Sedang Lupus? Lupus malah bingung mikirin duitnya abis.
Ia berjalan keluar kamar. Nyari ide.
Tiba-tiba aja sesuatu melintas di otaknya. Ia berteriak keras, “Yes!”
Besoknya,
di sekolah, Lupus langsung aja di kerumunin temen-temennya begitu dateng.
Mereka langsung minta diceritain soal pengalaman ketemu Duran Duran. Abis
membagikan pesanan oleh-oleh sama anak-anak, Lupus cerita panjang-lebar. Katanya,
ia ketemu sama semua anggota Duran Duran, dan sempet menginap di hotel yang
sama. Di akhir cerita, dia langsung bongkar muatan. Ia ngeluarin kaos kaki
bekas, saputangan, beberapa helai rambut, cincin, kalung, sendok, dan semua
yang katanya bekas dipakai Duran Duran.
“Nah, sekarang kan lagi nge-trend memorabilia… yaitu mengoleksi benda-benda yang pernah dipakai orang-orang terkenal dunia. Nah, ini semua barang-barang yang bekas dipakai Duran Duran. Gue jual murah deh sama kalian. Kalo lo-lo emang fans berat Duran Duran, harus punya barang-barang ini,” ujar Lupus berpromosi.
“Beneran, Pus? Ini bekas dipakai mereka?” ujar Fifi surprised.
“Bener!”
“Sapu tangan ini bekas siapa?” ujar Fifi sambil mencomot saputangan yang rada-rada dekil.
“Itu abis dipakai John Taylor. Sama lo gue jual dua pulu lima ribu deh!”
“Dua puluh lima ribu? Fifi Melotot. “Kok mahal?”
“Nggak dong. Kan susah ngedapetinnya. Lagian kalo kamu bobo sambil mukanya ditutupin saputangan ini, lo bakal terus nyium bau John Taylor dan ngimpiin doi….”
“Bener?”
“Bener!” ujar Lupus mantep.
Fifi langsung beli.
“Kalo peniti ini berapa, Pus? “ ujar Meta mengambil sebuah peniti yang rada-rada karatan.
“O, itu bekas kolornya Simon LeBon. Ya, ambil deh sepuluh ribu…”
“Sepuluh ribu?” Meta melotot.
“Aduh, segitu kan murah. Inget, lho… celana dalemnya Simon LeBon… kan jarang-jarang….”
Mata mangut-manggut.
“Yang in apaan?” Poppy mengambil beberapa helai rambut.
“O, itu rambutnya Nick Rhodes. Buat kamu gratis,pop! Itu saya colong waktu Nick motong rambut di salon hotel…”
Poppy girang menerima hadiah dari Lupus. Karena di samping beberapa helai rambut itu, Poppy juga dapet oleh-oleh baju yang keren. Poppy emang suka pake baju yang keren-keren. Anak itu belekangan ini makin modis. Rambutnya aja dipotong pendek, dan dikeriting. Katanya ia pengen jadi desainer kalo udah gede nanti.
Akhirnya Boim, Andi, Anto, Aji, dan semua anak pada berebutan membeli. Lupus jelas panen besar. Modal pergi ke Hong Kong akhirnya kembali.
Sambil melangkah pulang, Lupus menghitung-hitung dompetnya yang luar biasa gendut kebanyakan duit. Lupus puas.
Sampai di rumah, ia segera mencari-cari maminya lagi, “Mi, masih ada lagi nggak barang-barang bekas Mami bangsanya peniti, jarum, kancing, gelang, anting, dan lain-lain…?”
Mami nggak pernah ngerti kenapa anak cowoknya belakangan ini getol banget membongkar-bongkar gudang mencari barang-brang bekas…
Seminggu kemudian, pas Duran Duran konser di Jakarta, Lupus kesampaian dikenalin ke John Taylor oleh Nick Rhodes. Di belakang panggung, Lupus sempet ngobrol sedikit dengan semua anggota Duran Duran. Warren pun masih inget pernah ketemu Lupus di Hong Kong. Jelas para panitia heran melihat Lupus udah begitu ngakrab sama semua anggota Duran Duran.
“Ntar kalo main ke London, mampir-mampir, ya?” ujar Nick sambil senyum.
Lupus mengangguk semangat.
Tapi Lupus rada kecewa, karena rambut John Taylor kini udah dipapas abis, nggak mirip lagi sama Lupus. Mungkin John malu, ya, ketauan niru-niru Lupus. Hehehe…
====
-
Cerita pendek ini saya salin dan sebar, awalnya gara-gara Zaki cabut dari HAI Oktober lalu. Zaki tadinya adalah wartawan musik. Pernah dikirim ke luar negeri untuk meliput konser. Zaki yang juga baik hati, suka senyum dan digandrungi cewek-cewek untuk diajak curhat ini ngasih kenang-kenangan CD musik ke tiap warga HAI di hari terakhirnya. Koleksi CDnya banyak banget memang, jadi dia punya banyak pilihan untuk memberikan CD menyesuaikan dengan selera tiap temennya. Tadinya, saya pengen ngasih Lupus nomor ini sebagai balasan album D Zeek yang saya terima. Untung aja, buku Lupusnya saat itu sulit ditemukan. Nyempil di mana nggak tau, mungkin nyempil di lemaknya Gusur. Diumpetin sama si Boim atas suruhan Lulu yang kesel diomelin Mami. Tapi, beberapa minggu setelahnya buku ketemu. Niat ngasih buku pun saya ganti dengan niat menyalin cerita ini.
Alasan keduanya adalah, HAI ulang tahun yang ke-39 pada 6 Januari lalu. Di tahun ini, HAI mengusung tema Live, Dream, Explore! Singkatnya, HAI mau menjadi tempatnya remaja untuk memulai menghidupi mimpi-mimpinya lalu menjelahi segala kemungkinan-kemungkian. Cerita Lupus satu ini cocok menggambarkannya. Gara-gara majalah HAI, Lupus bisa ketemu dan bahkan ngobrol sama idolanya, Duran Duran. Jangan lupa juga kalau Lupus kadang-kadang jadi jelmaan Hilman.
Konon, sejak dulu, tiap kali wawancara kerja, calon wartawan musik HAI ditanyai siapa band yang paling pengen diinterview. Jawaban pertanyaan itu jadi indikator seberapa antusias doi sama musik. Selain itu, ya mungkin karena HAI sadar kalau HAI bisa, lho, jadi kendaraan lo untuk ngejar mimpi lo itu, mimpi wawancara idola lo.
Pokoknya, selamat tahun majalah HAI. Semoga makin akrab menyapa Lupus, Gusur, Lulu, Boim, Poppy, Fifi Alone, cs. lainnya, dan mengajaknya mengeksplor dunia, menghidupi mimpi-mimpi mereka. Hihiy.
Tidak ada komentar
Posting Komentar