06 Mei 2016

Doa Tak Pandang Ritualnya




Saya berdoa di Vihara, dipandu oleh seorang penjaga bernama Ahin. Ia menuntun saya dalam melakukan chiam si. Kepada dewa yang mereka percaya, saya diajak berdoa, mempertanyakan sesuatu, lalu menyalurkan energi dengan mengocok sebuah tabung berisi puluhan bilah bambu bernomor. Sebilah bambu yang jatuh dari kocokan adalah petunjuk dari jawaban pertanyaan saya tadi. 

Saya menyimpan ragu sebesar lilin merah di dalam vihara, awalnya. Namun, melihat betapa khusyuknya mereka yang berdoa di sana, dan betapa pak Ahin antusias dan ramah sekali menuntun saya yang ia tahu berbeda agama dengannya, pikiran saya berubah arah. 

Jangan-jangan, doa tak pandang ritualnya. Doa lebih perlu tahu keyakinan pengucapnya. 

Saya memejamkan mata, meyakinkan diri bahwa di luar diri saya yang serba terbatas ini, ada mata ketiga yang bisa saya andalkan untuk  melihat ke arah mana saya lebih baik berjalan. 

Bilah bambu bernomor 58 jatuh.  Seharusnya, kepada petuah-petuah menurut bilah nomor 58 itu saya bertaruh. Tapi, saya memilih hanya menyenyumi saja dulu. Apapun hasilnya, senggaknya saya sudah mengalami petualangan spiritual baru yang menyenangkan dan mencerahkan. 

di luar pesannya, kata-katanya bagus, yah. :D 












1 komentar

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall