Gini ceritanya, suatu hari, saya liputan di sebuah kantor kementerian. Ada narasumber yang perlu saya kejar, dan dia akan mengisi materi di seminar di kantor itu. Nggak banyak media yang meliput, sepantauan saya, hanya ada tiga wartawan. Saya, seorang wartawan TV, dan seorang ibu yang katanya wartawan organisasi penyelenggara seminar tersebut
Narasumber saya datang. Saya pun menghampirinya. Dua wartawan lain tadi ikut juga. Kami mewawancara si pejabat itu secara door stop, sebelum dia masuk ke ruang seminar, dan mengisi materi. Kami bertiga mewawancara barengan
Dan di sinilah menariknya. Saat itu, karena ada wartawan televisi, si narasumber nggak berdiri sendiri di depan kamera. Para petinggi organisasi ikut nempel, berdiri menghadap kamera. Betapapun yang diwawancara cuma satu orang
Sambil konsentrasi memerhatikan jawaban dan menyiapkan pertanyaan, mata saya memerhatikan, jumlah orang yang nempel makin banyak. Tadinya hanya satu, lalu datang dua pria lagi berdiri di belakangnya. Lalu pria muda ikut datang juga, berdiri di samping si bapak. Bahkan, si pria muda ini sempat meminta difotokan dalam pose (seolah) sedang mendampingi pejabat diwawancara televisi. Ya, masuk tivi saja nggak cukup!
Itu belum seberapa mengagetkan dibanding ulah si ibu wartawan organisasi. Ketika wawancara baru berjalan sekitar dua menit, ponsel perekam yang tadinya ia pegang, ia SELIPKAN ke jari-jari tangan saya yang padahal ia tahu bahwa di tangan saya sedang memengang ponsel perekam juga. "nitip ya dek,"katanya singkat dan tak sempat saya jawab
Dalam keheranan campur sebal yang menyeruak memecah konsentrasi saya yang sedang mewawancara, mata saya mengikuti kemana si ibu pergi. Tahukah kamu si ibu melipir dari hadapan narsum menuju rombongan orang-orang yang mendampingi wawancara itu. Dia ikut berpose lalu minta difoto juga oleh temannya
Astaga
Betapa oh betapa, televisi adalah bingkai realita, dan masyarakat kita tahu betul kalau bisa masuk ke dalam siarannya bikin dunia tahu kalau kita ada. kesempatan menciptakan citra lewatnya, adalah cara kita jadi manusia bahagia.
---
Pertama kali ditulis pada 17 Januari 2016 untuk program #30haribercerita
Gini ceritanya, suatu hari, saya liputan di sebuah kantor kementerian. Ada narasumber yang perlu saya kejar, dan dia akan mengisi materi di seminar di kantor itu. Nggak banyak media yang meliput, sepantauan saya, hanya ada tiga wartawan. Saya, seorang wartawan TV, dan seorang ibu yang katanya wartawan organisasi penyelenggara seminar tersebut
Narasumber saya datang. Saya pun menghampirinya. Dua wartawan lain tadi ikut juga. Kami mewawancara si pejabat itu secara door stop, sebelum dia masuk ke ruang seminar, dan mengisi materi. Kami bertiga mewawancara barengan
Dan di sinilah menariknya. Saat itu, karena ada wartawan televisi, si narasumber nggak berdiri sendiri di depan kamera. Para petinggi organisasi ikut nempel, berdiri menghadap kamera. Betapapun yang diwawancara cuma satu orang
Sambil konsentrasi memerhatikan jawaban dan menyiapkan pertanyaan, mata saya memerhatikan, jumlah orang yang nempel makin banyak. Tadinya hanya satu, lalu datang dua pria lagi berdiri di belakangnya. Lalu pria muda ikut datang juga, berdiri di samping si bapak. Bahkan, si pria muda ini sempat meminta difotokan dalam pose (seolah) sedang mendampingi pejabat diwawancara televisi. Ya, masuk tivi saja nggak cukup!
Itu belum seberapa mengagetkan dibanding ulah si ibu wartawan organisasi. Ketika wawancara baru berjalan sekitar dua menit, ponsel perekam yang tadinya ia pegang, ia SELIPKAN ke jari-jari tangan saya yang padahal ia tahu bahwa di tangan saya sedang memengang ponsel perekam juga. "nitip ya dek,"katanya singkat dan tak sempat saya jawab
Dalam keheranan campur sebal yang menyeruak memecah konsentrasi saya yang sedang mewawancara, mata saya mengikuti kemana si ibu pergi. Tahukah kamu si ibu melipir dari hadapan narsum menuju rombongan orang-orang yang mendampingi wawancara itu. Dia ikut berpose lalu minta difoto juga oleh temannya
Astaga
Betapa oh betapa, televisi adalah bingkai realita, dan masyarakat kita tahu betul kalau bisa masuk ke dalam siarannya bikin dunia tahu kalau kita ada. kesempatan menciptakan citra lewatnya, adalah cara kita jadi manusia bahagia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar