22 Maret 2016

Mencari Cerpen Eka Kurniawan


Dalam tulisannya Linda Christanty, disebutkan bahwa Eka Kurniawan adalah pembaca majalah HAI, di masa mudanya. Nah, diceritakan, Eka yang sejak saat itu sudah menulis, tak bisa membuat cerpennya lolos dan dimuat HAI. 

Nyatanya, pernah. Barangkali Eka lupa. Dari buku Corat-Coret di Toilet saja, disebutkan ada 3 cerita pendeknya yang pertama kali terbit di majalah HAI.

Cerpen Teman Kencan ini lah salah satunya. Dimuat di HAI edisi 44 tahun 1999. Kala itu, rubrik cerpen HAI kerap diisi oleh penulis terkenal (atau yang kemudian terkenal). Contohnya Golagong dan Hilman

Mengetahui Eka pernah menulis untuk HAI saya ge'er. Merasa dekat. Selain Eka, Dewi Lestari penulis favorit saya juga, pernah menulis untuk HAI. Dan sama kayak Eka, di suatu sesi talk show Dee pernah bilang kalau di masa mudanya cerpennya selalu ditolak majalah. Dia lupa HAI pernah memuat salah satu cerpennya yang kemudian masuk ke Recto Verso

Ini cover-nya. Ya, majalah HAI jadi andalan soal liputan konser. 


Eka Kurniawan, lewat blognya, bilang kalau cerita-cerita di Corat-Coret di Toilet ini lebih sederhana dibanding kumpulan cerita pendek dari penulis seangkatannya (Dua di antaranya adalah Dewi Lestari dan  Linda Christanty), ditulis main-main, dengan teknik yang secara sembrono dicuru dari sana-sini.

Saya heran. Betapapun ditulis main-main begitu, saat pertama baca saya terkesiap serius. Suka! Saya membelinya pada Januari, di toko buku lantai dasar kantor Kompas Gramedia cabang Palmerah. Beli dengan diskon 20% karena saya karyawan. (Ya, kartu karyawan bagi saya lebih sebagai kartu diskon jajan buku ketimbang tanda pengenal. Hihi)

Cerita yang pertama saya baca tentu yang terawal: Peter Pan. Saya baca di jok belakang Gojek yang mengantar saya ke Kebon Jeruk. Di rumah, sepulang kerja saya  baca tiga selanjutnya: Dongeng Sebelum Bercinta (duh, saya suka sekali cerita ini), Corat-coret di Toilet, dan yang terakhir saya baca Teman Kencan. 

Keesokan harinya, di kantor, saya membuka-buka lagi. Lompat ke halaman belakang, membaca tulisan penutup dari penulis. Diceritakanlah riwayat cerpen-cerpen tersebut. Saat itulah saya jadi tahu, ada tiga diantaranya yang pernah dimuat di majalah HAI. Sontak, saya langsung berlari ke meja mas Muluk, ahli arsip majalah HAI.

"Mas, majalah lama datanya udah di komputer kan? bisa di-search? gue pengen liat HAI tahun '90-an."
"Bisa, tapi belum semua sudah ada PDF-nya."

Sungguh saya nggak mengharap sampai ada format PDF-nya. Dibantukan cari bundelnya saja di ruang perpustakaan sudah untung.

Sekarang, sebulan setelahnya saya ditimpa sial. Saya lagi pengen banget lanjut baca lagi buku itu, tapi entah di mana saya menyimpannya. Lupa sama sekali. Saya jadi ingat, ini adalah buku kedua yang hilang sama sekali. Lenyap ke antah berantah. Nggak tau penyebabnya. Buku lainnya adalah buku Everything is Connected bikinan Keri Smith. 

Lebih dari itu, saya pengen baca cerpen-cerpennya Eka lagi.

Akhirnya saya telusuri di internet, ada satu-dua blog yang menyalin cerpen-cerpen Eka yang pernah dimuat di koran. Saya membacanya. Lalu saya juga jadi lompat ke blognya Eka. Saya yakin, semua penggemar Eka pasti bersyukur punya idola yang rajin banget mengeluarkan uneg-uneg kesehariannya di blog. Kita bisa tau buku-buku apa saja yang dibaca Eka dan mengapa dia suka. Dan kita jadi bisa tau, ternyata sastrawan sekelas Eka juga suka jadi baper. 

Tulisan-tulisan Eka bikin saya jadi baper. itu tentu. dan sekarang saya laper. Pengen melahap Corat-coret di Toilet. Tapi, BUKUNYA DIMANA?!! Apa iya saya harus beli lagi? Atau pinjam dengan konsekuensi nggak bisa menandai buku, dan menandatanganinya? tidakkah bisa Google dipakai untuk mencari barang-barang yang lupa disimpan di mana. Huu


1 komentar

radee maesita mengatakan...

Hah kok bisa sih? Kalo aku bukannya ilang ngga tau di mana, tapi seringnya ketinggalan pas main di rumah temen :p

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall