30 September 2018

Tentang Menjadi Bapak

Di awal perjalanan, ibu sopir GoCar yang gue tumpangi nggak banyak bicara. Dia cuma sesekali menanyakan hal-hal dasar aja.  Tapi begitu tahu tempat gue kerja, bu Siti, sopir itu, menceritakan anaknya yang masih sekolah di SMK Telkom.

"Dia pinter banget mas. Dia udah bisa bikin game. Suka foto-foto mainannya juga. Dia koleksi Lego dari kecil," kata membuka cerita.

Lalu gue minta akun Instagram anaknya yang bernama Galang itu. Semua foto di linimasanya memang sesuai dengan hobi yang diceritakan tadi. Lego, Lego, dan Lego.

"Saya juga koleksi Lego, Bu. Bareng adik saya. Tapi nggak sebanyak punya anak ibu, sih," gue menimpali.
Bu Siti lalu semangat sekali menceritakan anak-anaknya. Ia punya tiga. Dua pertama cewek, sudah kuliah. Galang adalah anak terakhirnya.

Sebelumnya, Bu Siti tinggal di sekitaran Taman Mini. Lalu ia pindah ke Depok. Karena itulah, Galang memilih untuk kos karena sekolahnya di Kedoya. 

Satu hal yang bu Siti herankan dari Galang adalah, apa kenalakan yang suka dilakukan sebagai remaja. Soalnya, Galang selalu menunjukkan kebaikan.  Ia rajin solat bahkan selalu mengusahakan solat berjamaah di masjid. Tiap kali pulang ke rumah, ia rajin mencucikan baju-baju dan membersihkan rumah sebelum disuruh. Nggak jarang juga, tuh, kakak-kakaknya minta tolong.
Sebagai anak kos, Galang nggak pernah rewel soal uang jajan. Berapapun uang yang dikasih ibunya, ia terima

"Galang, maaf ya, mamah minggu ini cuma bisa ngasih segini. Dia pasti jawab 'ok sip'." bu Siti mencotohkan percakapannya dengan Galang.

Sebelumnya, bu Siti sempat cerita tentang 'bapaknya Galang'. Tapi hanya sekilas. Ia satu-dua kali Memulai kalimatnya dengan "Sejak bapaknya Galang pergi..."

Gue penasaran kemana perginya si bapak. Hingga dapet celah yang tepat, akhirnya saya bertanya.

"Suami ibu emang kemana, bu?"

Cerita pun semakin seru. Namun, jarak ke tujuan gue semakin dekat. Kalian pasti tahu gimana rasanya nonton drama yang penuh plot twist tapi bentar lagi jam istirahat selesai.

Bu Siti sepertinya sering menceritakan kepergian suaminya. Yang saya liat dimukanya adalah antusiasme, bukan kesedihan.

"Suami saya meninggal, mas. Setahun lalu."

"Wah. maaf ya, bu. saya turut berduka. Meninggalnya kenapa, Bu?"

"Serangan jantung. Lagi nyetir mobil padahal. Dia langsung minggir dan meninggal di mobil." 

Gue tercenung. Selain semakin berduka untuk bu Siti, gue jadi inget beberapa orang seumuran gue yang meninggal karena serangan jantung juga. Mendadak tanpa ada gejala.

"Dua jam sebelumnya kami masih ngobrol loh mas. Dia masih sehat."

"Oh iya?"

"Jadi dia abis pulang dari luar kota. Tapi di hari itu juga mesti pergi ke kantor untuk mengembalikan mobil. Hari itu hujan cukup deras, Mas. Saya udah nawarin ke bapak untuk saya anter. Jadi kami iring-iringan, saya bawa mobil juga. Nanti pulangnya bareng. Tapi dia nolak. Kata suami saya, 'Nggak usah, kamu di rumah saja. Istirahat'."

Di titik ini, kami sudah keluar tol Kebon Jeruk. Jarak tempuh kami cuma sekitar 1 km lagi. Untungnya, jalanan macet. Cerita bu Siti masih belum klimask, agaknya.

"Sebelum berangkat, dia ngelakuin hal yang tumben banget, mas. Dia meluk dan cium jidat saya dulu. Terus bilang 'kamu hati-hati yah. Kamu pasti bisa jadi pegangan anak-anak. Kamu hebat'. Ia lalu ia menghampiri satu-satu anaknya. 'Galang, kamu jaga ibu yah. kamu cowok satu-satunya di sini' katanya ke Galang yang baru pulang dari masjid."

Gleg. Di sini, gue terharu banget. huhu.

Yang gue pikirkan bukan cuma tentang perginya si bapak tapi bagaimana ia begitu sayang keluarganya, begitu memuja dan meyakinkan istrinya. Gue yakin, si bapak bukan cuma suami yang baik, tapi juga bapak yang bisa menghidupkan keluarga.

Gue jadi nggak heran kenapa si ibu bisa semangat untuk jadi sopir demi menghidupi keluarga dan kenapa si Galang bisa jadi anak yang suangat diandalkan gitu. Walau si bapak sudah pergi, tapi cinta dan semangatnya selalu ada dan dirasakan keluarganya kemanapun mereka pergi.

Bener-bener saat cerita selesai, kami sampai di tujuan. Saya membayar ongkos perjalanan dan diem-diem membungkus banyak banget pelajaran.

Kelak, gue harus bisa jadi suami dan bapak sebaik itu. Aminin plis.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall