09 Oktober 2016

Pendidikan yang Merata(p)

Awal mulanya pendidikan, saya yakin, adalah agar kita bisa mencapai pengetahuan yang sebelumnya hanya dimiliki sebagian orang saja, terutama mereka yang punya kuasa. Sehingga kita semua sama rata: bisa punya modal yang sama dalam membuka peta, melihat dunia yang sebelumnya gelap, menafsir realita, dan menjalani kehidupan.
Kita belajar matematika, agar bisa sama-sama berhitung berapa barang yang kita dapat dengan jumlah uang tertentu. Kita belajar geografi agar sama-sama tahu bahwa ada negara ini, negara itu. Sehingga kita sama-sama punya kesempatan untuk memilih negara mana yang akan kita kunjungi suatu saat nanti, jika mau.
Pendidikan, yang saya yakini, bertujuan agar mengejar mereka yang lebih tau untuk kemudian kita buat kita dan dia jadi sama-sama tahu. Jika kita sama-sama tahu, kita sama rata. Tak ada yang lebih tinggi, tak ada yang lebih rendah. Tak ada hirarki.

Tapi nyatanya, gara-gara pendidikan pula, feodalisme dalam diri kita malah tumbuh. Ketika kita sudah lulus dari strata pendidikan tinggi tertentu, kita gatal ingin membawa gelar kemanapun nama kita ditulis: di KTP, di absen kelas, di undangan nikah, di stiker anggota keluarga yang ditempel kaca mobil. Semacam ada niat untuk mengukuhkan diri bahwa kita sudah lebih tinggi dari yang lain. Kita meluhurkan dua-tiga huruf yang menyusun gelar, tapi lupa membumikan ilmu.
Di ujung masa SMA, kita memang belajar, tapi yang kita tuju bukanlah pemanfaatan ilmu untuk praktek kehidupan bersama, melainkan untuk mengejar nilai setinggi-tingginya, untuk kepentingan kita sendiri, yaitu agar terbukti berprestasi dan diri kita dianggap layak dipertimbangkan untuk masuk universitas yang bergengsi, yang ketika kita masuk ke sana, kita bisa membanggakan kampusnya. Soal kebermanfaatan ilmunya nanti dipikirkan, kalau akan ikut lomba.
Pendidikan jadi mengandung politik. Siapa yang punya uang, bisa dibukakan jalan untuk dapat kursi di universitas tertinggi. Tempat-tempat bimbel nggak pernah sepi. Guru-guru di sekolah berlomba-lomba pulang cepat, agar tidak telat memberi les berfulus pada muridnya  yang ingin nilai bagus.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall