25 Oktober 2015

Kecil Diri Boleh, Diam Terinjak Jangan.



Tumblr menyuguhkan pepatah di tiap sample post-nya: "It does not matter how slow you go so long as you do not stop." Konon, pepatah itu dinukil dari gagasan Confusius. 

Saya suka pepatah itu. Semacam memberi semangat: bahwa perlahan bukanlah masalah. Bahwa si pelan pun tetap bisa punya pencapaian, asalkan nggak berhenti. Terus berjalan. Terus bergerak. 

Entah mengacu ke pepatah Confusius entah nggak, di Yogya saya bertemu dengan sebuah komunitas (atau gerakan) yang namanya punya nuansa semangat yang sama. Ketjilbergerak. Kalau disama-samakan dengan pola pepatah Confusius itu, nama komunitas itu terdengar seperti ini di kepala saya: kecil bukanlah masalah, asalkan kamu tetap bergerak. 

Saya suka sekali dengan komunitas ini. Vanie dan Greg adalah salah dua pelopornya. Kini mereka berdua--setelah sepuluh tahun pacaran--menikah. "Rumah kami sekaligus jadi markasnya teman-teman Ketjil," kata Vanie. 

Ketjilbergerak (kemudian disingkat Ketjil) dimulai pada 2006, wujud awalnya adalah zine dengan tema punk. Ketjil lalu bertranformasi menjadi gerakan. Dengan senjata seni, mereka menunjukkan perlawanan terhadap ketidakberesan di sekitarnya. 

“Kami adalah anak-anak nakal yang pengin eksperimen dan belajar tentang diri sendiri dan permasalahan di sekitar,” begitulah Vani mendeskripsikan komunitasnya. 

Seluruh semangat gerakan ketjilbergerak ini terangkum dalam namanya. Penulisannya yang tanpa kapital adalah perwujudan dari misi mereka untuk menanggapi dan menyelesaikan masalah-masalah terkecil yang ditemui anak muda. Efek yang besar akan menjadi hasil dari gerakan-gerakan kecil yang intens dilakukan tersebut. 

“Kenapa ‘ketjil’nya  menggunakan ejaan lama,yaitu untuk  menandakan bahwa kami harus belajar dari masa lalu untuk memahami masa sekarang dan kemudian terus bergerak ke depan. Kami  juga ingin mengajak teman-teman untuk terus bergerak dan menghidupi hidup yang otentik, yang cerah ceria dan paham mau ngapain,” tegas Vani

Ketjil sudah menginisiasi banyak sekali gerakan. Ketjil punya Kelas Melamun, semacam sharing sesion antara para pemuda dengan tokoh budaya dan kesenian. Ada juga Ben Prigel, kelas pelatihan keterampilan. 

Mei lalu, Ketjil menggelar Sambung Rasa, sebuah program silaturahmi seni antara ketjilbergerak dan warga Tegalgendu yang diwakili oleh Tegalgendu Youngsters bersama Unit Seni Rupa UGM. Tiga unit seni tersebut bersama-sama membuat sebuah mural yang merespon anggapan negatif tentang seni jalanan di Yogyakarta. 

Di lain waktu, ketjilbergerak juga pernah menggagas Bocah Jogja Nagih Janji. Sebuah happening art di titik 0 KM guna mengkritisi maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta yang berimbas pada berkurangnya ruang publik di perkampungan sekitarnya. 

Guna menyuarakan provokasi positifnya, ketjilbergerak juga mendirikan sebuah band virtual. Seperti grup band Gorillaz, band ketjilbergerak ini ditampakkan hanya dalam wujud karakter rekaan saja. Menggandeng musisi-musisi setempat, seperti Freddy ‘Armada Racun” dan Belkastrelka, ketjilbergerak menciptakan lagu anthemic yang kemudian disebar di media sosialnya. 

Seluruh gerakan ketjilbergerak ini memang selalu berlandaskan pada seni kolaboratif. Alasannya, “Seni itu cair. Seni berhubungan dengan kemajuan, kebebasan, eksperimen dan hal-hal yang belum pakem. Nah, kita anak muda suka banget kan yang begituan.”

Yang paling terkini, ketjil sedang mempersiapkan diri untuk Jogja Bienalle XIII. 

Saat tulisan ini dibuat, mereka sedang dipanggil KPK! 

Mereka bukan ditangkap tangan karena korupsi. Melainkan karena mereka terlalu kreatif, nyeleneh dan inspiratif sekaligus. Divisi kampanye serta divisi pendidikan dan layanan masyarakat KPK memanggil Ketjil untuk bersama-sama menggagas Anti-Corruption Youth Camp 2015, sebuah lokakarya bertema peruabahan sosial dan pencegahan korupsi. 

Digelar sepuluh hari dan melibatkan 47 pemuda dari segala penjuru Indonesia, acara ini menghadirkan sejumlah pemateri yang keren bukan main. Seluruh orang penting KPK datang: Johan Budi, Bambang Widjajanto dan Sujanarko. SElain itu ada pakar pergerakan dipanggil juga. Bukan yang berasal dari arusutama, melainkan mereka yang dikenal berpengaruh di arus pinggir. Beberapa di antaranya adalah  Gustaff dari Bandung, Rudolf Dethu dari Bali dan Marzuki 'Kill the Dj' dari Jogja. 

Di acara inilah, saya bertemu untuk kedua kalinya dengan Greg dan Vanie. Lalu menyempatkan berfoto bertiga. Terlihat kinyis-kinyis sekali yah. 


Salut selalu untuk kalian! semoga cabang yang sudah kalian rencanakan: kimcilbergerak dan ketjilbergetar juga bisa tercipta juga. :p 




1 komentar

vericaicha mengatakan...

It does not matter how slow you go so long as you do not stop.
Tjakep.

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall