18 November 2011

Mencari Ulang Esensi Berkomunikasi Lewat Kartu Pos


Kehadiran media sosial di dekade ini membawa perubahan yang sungguh signifikan pada kehidupan kita. Selayaknya bedol desa, kita semua bertransmigrasi ke dunia maya. Hehe,  nggak sepenuhnya pindah sih,  tapi kita selalu menyempatkan diri  untuk berada di media sosial yang maya itu. Kita seolah menggandakan diri.

Tahun demi tahun kita lewati dengan cara baru bersosialisasi ini. Pak De Marshall McLuhhan, seorang pakar komunikasi, pernah berkata lewat bukunya yang nggak usah kalian tahu lah apa judulnya, saya juga lupa. “Manusia mencipta alat (teknologi), lalu alat itu balik mencipta manusia,”. Awalnya, manusia mencipta media-media sosial ini tapi coba lihat sekarang, yang terjadi adalah media-media sosial itu lah yang membentuk gaya hidup baru manusia.

Konsep telepati antar dua orang yang bagi masyarakat dekade-dekade silam hanya imajinasi, kini nyaris terwujud. 144 karakter status di Twitter seolah menjadi perpanjangan suara hati dan pikiran kita. Bahkan reseptornya bukan hitungan individu lagi melainkan massal. Kita mambawa privasi ke ranah publik. Banyak orang bisa mengetahui apa yang sedang kita pikirkan, dimana kita sedang berada dan apa yang kita sedang lakukan. Pertanyaan-pertanyaan “Hai, kamu lagi apa, dimana sama siapa?” menjadi pertanyaan yang harus dihindari, karena mungkin saja si lawan bicara menjawab “Kan aku udah update di Twitter, pliis deh, kamu nggakfollow aku yah.. Huh dasar, nggak perhatian!”




Hal lain yang menarik untuk disimak adalah cara kita memberi ucapan. Ucapan ulang tahun misalnya. Kita tahu, mengucapkan selamat ialah bukti kalau kita peduli dan menghargai rekan kita, tapi apakah itu cukup dengan kalimat ucapan yang disingkat. Ucapan yang paling popular ialah: “HBD WYATB Y” alias “Happy birthday wish you all the best yah.”. Untuk kita yang nggak mau repot nyusun kalimat, kita bisa ReTweet ucapan teman, seenggaknya ada nama kita di ucapan itu..  

Keberadaan Facebook yang memberi fasilitas pengingat hari ulang tahun sangat membantu kita. Tapi dampaknya adalah kadang kita terlalu bergantung atau terlalu percaya pada pengingat dari Facebook itu. Saya pernah (sering) iseng mengubah-ubah tanggal lahir saya di Facebook. Tahun kemarin saja saya tiga kali ulang tahun versi facebook. Wall saya selalu ramai dengan ucapan selamat dan doa. Lucunya, ada beberapa orang yang memberi ucapan di tiap kali saya ‘ulang tahun’. Banyak yang nggak ingat dan peduli dengan kapan sebenarnya kawan kita itu ulang tahun. Kita jadi seperti mesin yang akan menuliskan ucapan secara otomatis ketika melihat seorang teman yang oleh Facebook dikabarkan berulangtahun Tapi, perlu diakui juga sih, ajang itu memang saya manfaatkan, pokoknya tiap kali saya lagi down dan butuh dukungan dan doa, maka saya akan berulang tahun di Facebook. Haha. Najong yaa.

Ada nilai-nilai yang terpangkas dari era baru komunikasi yang serba cepat bin mudah ini. Pesan-pesan yang seharusnya istimewa, sakral dan memorabledisampaikan dengan cara yang biasa. Ucapan selamat ulang tahun itu hanya contoh kecil, fren. Kita pasti sudah pernah denger cerita tentang artis yang diputusin dan dicerai cuma lewat BBM. Man, kalimat-kalimat yang seharusnya sakral untuk diucapkan menjadi seperti ocehan remeh-temeh.

Well, saya nggak bermaksud untuk ngebubarin media sosial, toh di luar dampak-dampak negatifnya itu banyak manfaat yang kita dapatkan. Pada intensitas tertentu media sosial sangat membantu kehidupan komunikasi kita.   Pada intensitas yang berlebihan? Tentu saja itu akan memaksa kita untuk ber-multitasking. Orang-orang yang tidak terbiasa macam saya pasti akan terjangkit penyakit kepikunan dini alias skip. Haha

Nah, melalui program Card to Post ini, saya yang dipayungi MALU mau mengajak kawan-kawan sejagad Indonesia untuk saling menghidupi lagi budaya kirim-kiriman kartu pos. Hmm, sebenernya kartu pos itu belum mati-mati amat sih, hanya kelihangan esensinya.  Para desainer atau seniman masih sering mencetak karyanya dengan format kartu pos. Beberapa tahun silam ada Adracks, sebuah agency iklan (CMIIW) menjadikan kartu pos sebagai media beriklan. Ia menyebarnya di tempat-tempat makan dan mall. Saya termasuk salah satu kolektornya. Lantas, kalau kita ingin mencetak gambar, kartu pos menjadi istilah yang merujuk pada ukuran. 10 x 15 cm kalau nggak salah. Ya, dekade ini kartu pos hanyalah sebuah cinderamata, ukuran kertas,  bahkan media iklan. Sementara esensinya kartu pos, yaitu sebagai medium yang memuat surat pendek dan dikirimkan melalui kantor pos dengan menggunakan perangko, raib!

 Lalu apa menariknya kirim-kiriman kartu pos sih?

 Sebenarnya saya juga bukan orang yang pernah kirim-kiriman kartu pos sebelum program ini. Haha.  Tapi kalau dilihat dari cerita orang-orang rasanya mereka sangat senang tiap kali berkirim-kiriman kartu pos. Riset kecil-kecilan pun saya lakukan demi ini. Salah satunya dengan main ke forum Postcrossing.com, forum yang mewadahi para pehobi kirim-kiriman kartu pos dari seluruh dunia. Dari situ saya ketemu dengan beberapa pegiatnya yang di Indonesia.

Kira-kira ini lah yang membuat kirim-kiriman kartu pos itu seru. Pertama, keterkejutan. Rentang waktu pengiriman kartu pos itu bikin hati kita deg-deg ser. Bagi si pengirim, deg-deg-ser-nya itu karena kepikiran apakah kartu posnya sampai atau nggak. Bagi si penerima, tentunya seperti apakah kartu pos dan kapan kartu pos itu sampe pasti bikin penasaran. Pokoknya, kotak surat menjadi kotak penuh kejutan deh. Kedua, kartu pos adalah bentuk komunikasi yang berwujud, dapat di sentuh alias tidak maya. Pesan atau ucapan dalam kartu pos itu menjadi lebihcollectible dan pastinya memorable. Kita bisa memajangnya di tembok kamar atau menyimpannya di album sehingga bisa kita lihat dan pegang setiap waktu kita ingin.
           
Ah, saya jadi ingat dengan salah satu cerita pendek favorit saya, Kartu Pos dari Surga karangan Agus Noor.  Cerpen itu bercerita tentang anak kecil bernama Beningnya yang menunggu kartu pos dari ibunya, Ren. Tiap kali kerja keluar kota, Ren selalu mengirimi kartu pos. Dari hari ke hari Beningnya menanyakan terus mengapa ibunya belum juga mengirimkan kartu pos. Bapaknya, Marwan,  tak tega untuk memberi tahu bahwa Ren telah meninggal karena kecelakaan. Segala cara ia coba agar anaknya tidak lagi menanyakan kartu pos dari Ren. Termasuk dengan mengirimkan kartu pos  bernamakan Ren. Beningnya yang sudah hapal benar, tau kalau kartu pos itu palsu. Sampai akhirnya, di suatu malam, arwah Ren datang menghampiri memberikan kartu pos secara langsung kepada si Beningnya.
          
Dari cerita ini kita jadi melihat betapa kartu pos itu memiliki makna yang simbolik bagi seseorang.  Walau pun di era pada cerpen itu handphone sudah ada, kartu pos menjadi media komunikasi utama antara Ibu dan Anak. Kartu pos yang ia dapat dari ibunya itu ia kumpulkan pada sebuah box, dan tiap kali ia rindu ibunya, ia membuka dan melihatnya.
            
Ada satu cerita menarik dari Marwan si bapak. Ia semacam penasaran hingga ke tahap iri melihat anak dan istrinya saling berkirim kartu pos. Ia begitu iri dengan keterkejutan si anak saat pak pos datang ke rumah membawakan kartu pos. Lucunya, Marwan akhirnya mencoba berkirim kartu pos juga. Dan tahu kah kamu kepada siapa kartu pos itu dialamatkan? Ya, Marwan mengalamatkan kartu posnya ke dirinya sendiri. haha
            
Nah, daripada penasaran seperti Marwan, yuk ah mending kita bikin dan saling berkirim kartu pos. let’s send a card to post feeling, greeting, or anything! 

Rizki Ramadan 



Ayo kawan, mampir ke program barunya MEMANGTERLALU di CardtoPost.tumblr.com 

3 komentar

Unknown mengatakan...

Gw juga kolektor kartu pos ki..tp rasa-rasanya sayang gw ngirim2 koleksi2 yg udah di kumpulin...mungkin laen kali gw hrs bli dua tiap nemu kartu pos lucu...biar bsa dikirm2..haha

terlalurisky mengatakan...

Nah.. itu dia Ndra.. Salah satu kegiatan yang dilakukan para postcrosser adalah bertukar kartu pos koleksi, termasuk melengkapi koleksi si kawan.. siapa tau koleksi lu jadi bertambah.. hehe..

Selain itu, program ini kan menantang kita untuk bikin kartu posnya sendiri. pake foto atau ilustrasi.. Yuk ah.

Unknown mengatakan...

bicara lu seperti humas ki..haha...baiklah nanti gw daftar...

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall