Dan seorang dosen saya membuktikan, lewat tulisan ia bisa memesona wanita lalu mengajaknya menikah.
Saya selalu menaruh apresiasi
lebih kepada sesiapun yang menulis. Begitu juga atas dosen. Ketika saya tahu
dosen itu menulis, dan tulisannya bagus, maka menghadiri kelasnya bukan lagi
sekadar menyimak kuliahnya, tetapi membaca pemikiran serta karakter yang
membangun tulisannya itu. Ya bisa jadi ini karena saya juga penulis, jadi tahu
betul seperti apa kualitas seseorang yang menulis.
Pernah ada dosen yang sebenarnya
saya nggak begitu suka caranya mengajar di kelas, tapi ketika saya dengar kabar
bahwa beliau menulis artikel di sebuah majalah dan ternyata tulisannya bagus,
maka persepsi saya atas pengajarannya di kelas berubah. Lebih positif.
Di sini, saya mau bercerita
tentang dosen yang sering banget menulis untuk kolom Opini di Kompas atau
Tempo. Kadang, dia menyebut rubrik tersebut
bukan dengan namanya, melainkan dengan menyebut nomor halamannya. Kompas
halaman 7.
Berawal dari mengikuti dan
membaca tulisan-tulisan beliau, saya malah jadi gemar membaca rubrik Opini di
Kompas. Bahkan, tiap baca Kompas di kantor yang saya baca pertama kali bukan
halaman depan, melainkan rubrik Opini tersebut. Tentu, diam-diam saya juga
menanti kapan beliau atau dosen-dosen saya di kampus lainnya nongol di rubrik
ini.
O ya, perlu di ketahui juga.
Dosen satu itu tulisannya sangat menggugah dan berpengaruh. Contoh yang beberapa
kali beliau ceritakan adalah tulisannya yang dimuat Kompas sehari sebelum Megawati
memberi mandate kepada Jokowi untuk maju jadi Capres. Artinya, sedikit banyak,
tulisan beliau yang meman berisi opininya tentang Megawati dan partainya
tersebut mempengaruhi keputusan besar yang juga berpengaruh pada politik
nasional. Sedaap!!!
Nah, yang paling bikin memukau, dia yang udah rajin banget nulis sejak kuliah ini pernah menjadikan artikel
buatannya sebagai ajang pernyataan cinta ke pacarnya (sekarang jadi istri). Kok
bisa?
Istrinya sendiri yang bercerita
kepada kami, para mahasiswa. Suatu waktu Pak Dosen ini mengajak istrinya untuk
masuk ke kelas. Materi saat itu adalah 'media dan politik'. Singkatnya, kami
membahas bagaimana peran serta fungsi media dalam dinamika politik dari masa ke
masa di Indonesia.
Di akhir kuliah, si istri yang
duduk di bagian belakang itu bersuara ikut menambahkan fungsi media. Katanya “Media
juga berfungsi untuk menyatakan cinta juga loh.”
“Hah?!” kami bingung. Topik yang
dari tadi serius tiba-tiba mengarah ke cinta.
“Tanya sendiri saja ke Bapak!” si
istri menjawab.
Kami menengok ke si bapak dosen. Tapi
beliau hanya cengegesan.
Akhirnya si istri malah
menceritakannya sendiri, “Iya, jadi dulu waktu mau melamar saya dia bikin
tulisan dan dimuat di koran. Huruf pertama tiap paragraph yang ada di tulisan
itu kalau disusun jadi kata ‘I LOVE YOU’.”
Saya terkesima. Keren! Tiada
tara. Memukau. Dahsyat. Loh jinawi. Maha!
Saya membayangkan adegan saat
tulisan itu terbit. Si Bapak mesti menghubungi istrinya itu lalu berkata “Kamu
udah baca tulisan aku di Kompas? Kalau udah baca sekali lagi deh. Tulisan itu
aku buat untuk kamu. Perhatiin awal tiap paragragnya yah.”
Duh. Betapa saya ingin mengistimewakan
pacar saya dengan cara sesederhana, implisit tapi memukau begitu juga. Dan
tentu berkaitan dengan tulisan.
1 komentar
Ada saatnya bisa begitu, suatu ketika pasti tiba, uhuy...
Posting Komentar