21 Oktober 2012

#Artikel - Film Director: The God Of Movie



Hai Magazine edisi 44, 2012


Memengaruhi perasaan dan pemikiran penonton, menuangkan idealisme dan mimpi, serta menegakkan passion. Nggak heran kalau sutradara disebut sebagai dewanya film.

Siapa yang sudah nonton Perahu Kertas 2? Ngaku deh, pasti ada dari kalian yang perasaannya berubah drastis setelah film usai. Sebelum masuk studio kita bisa ketawa-ketiwi sama pacar,  eh saat layar bioskop padam, kita malah termenung di kursi, galau karena merasa cerita Kugy dan Keenan yang ada di film begitu menyentuh. Atau malah ada yang merasa konflik pada film mirip dengan kejadian yang pernah kita alami. 

Nah, perubahan emosi dan pemikiran itulah efek dari kepiawaan seorang sutradara meracik film. Karena, dari mulai alur cerita, angle pengambilan gambar, akting para pemeran, urutan adegan, sampai penyatuan musik latar yang sesuai dengan mood menjadi tanggung jawab seorang sutradara. 
“Seorang yang bertanggung jawab di bidang kreatif film. Memvisualkan teks-teks skenario menjadi gambar. Pokoknya, sutradara bertanggung jawab penuh terhadap gambar. Sutradara harus bisa bercerita banyak dari rangkaian plot,” begitulah definisi sutradara dari seorang Hanung Bramantyo, Sutradara dari dua film Perahu Kertas (2012). 


Kalau kita perhatikan, di tiap judul film pasti nama sutradara muncul menyertainya. Kita pun serentak bakal mengira bahwa hanya sutradara lah yang punya andil besar dalam sebuah  film. Benarkah? 
“Dari seluruh bagian, produser, sutradara dan penulis skenario adalah inti dari film. Keputusan tertinggi ada pada tiga film ini, jadi masing-masing harus punya kesadaran bahwa kita membuat film hasil kerja bersama,” jelas Hanung panjang lebar. 

Pada Perahu Kertas, menurut Hanung, keputusan untuk memecah film menjadi dua bagian pun datang dari hasil rundingan ketiga jabatan tersebut. 

“Tadinya ada pertentangan antara saya dan produser, kalau bicara personal saya menolak untuk buat jadi dua film, tapi karena sudah jadi keputusan bersama, saya harus menaatinya,” ungkap Hanung bijak. 
Dilihat dari track record-nya, sutradara jebolan Institut Kesenian Jakarta ini sudah beberapa kali membuat film yang diadopsi dari novel best-seller. Walau bisa mudah mencapai banyak penonton, menurut Hanung, hal ini sangat menantang. Alasannya? 

“Film ini udah fanbase-nya, dan ending-nya pun sudah ada. Jadi pembaca datang ke bioskop bukan untuk menonton film, melainkan untuk kroscek. itu adalah hambatan sekaligus tantangan. Dan itu melelahkan,” jawab Hanung 

 Tentunya, tantangannya pun nggak datang dari penonton saja. Sutradara juga harus bisa menjembatani visinya dengan sang penulis novel. 

“Ada beberapa penulis novel yang memercayakan filmnya pada sutradara, ada juga yang merasa harus terlibat, contohnya yah Dewi Lestari,” tandas Hanung. Di film Perahu Kertas, Dewi Lestari memang melibatkan diri dalam film, nggak cuma sebagai penulis skenario, tetapi juga sebagai peracik soundtrack-nya. 

Menariknya, walau penonton bisa mengetahui alur serta endingnya dengan membaca novelnya, film-film adaptasi novel karya Hanung selalu laris. 

Sebut saja, Ayat-Ayat Cinta (2008) yang menurut Hanung, sukses menyedot perhatian 3,8 juta penonton. Lantas, walau dipecah menjadi dua film pun, Perahu Kertas tetap dapat banyak ‘penumpang’. Tercatat lebih dari 700 ribu penonton yang sudah nonton film tersebut. 

Menampilkan hal yang berbeda dari anggapan orang. Formula itulah yang Hanung selalu aplikasikan pada film-filmnya. Terbukti, kita yang sudah tahu ending cerita Perahu Kertas pun tetap sukses dibuat penasaran saat menonton filmnya. 

“Berbeda dengan di novel, di film saya tampilkan banyak twist.  Di Perahu Kertas saya men-delay cerita Keenan dan Kugy jadian,” cerita Hanung. 

Untuk yang sudah nonton Perahu Kertas 2, pasti setuju dong kalau konflik percintaan Kugy dan Keenan memang terasa begitu panjang, nggak sekompleks yang ada di novel. 

Yap, sebagai sutradara Hanung punya andil untuk merubah skenario. Nah, di Perahu Kertas, Hanung memang banyak menambahkan beberapa scene yang padahal nggak sudah dihapus oleh Dewi Lestari. Hmm.. nggak heran deh kalau filmnya pun jadi panjang banget. 

“Saat film sudah selesai diedit jadinya panjang sekali. Ada empat jam, akhirnya kita putuskan untuk dibagi dua. Hal ini karena konflik di film itu banyak dan terbagi menjadi dua,” ungkap Hanung 
Pro dan kontra terhadap sebuah film pasti ada dan nggak bisa dihindari. Tapi, sebagai sutradara, mental untuk menghadapinya pun harus lebih besar dibanding jabatan-jabatan inti lainnya. Pasalnya, segala kritik pasti dialamatkan untuknya. 

“Kalau ada apa-apa pada film pasti yang dikritik sutradaranya. Itu parahnya, di Perahu Kertas misalnya, ada penonton yang bilang plotnya lompat-lompat. Sebenarnya, itu bukan tanggung jawabnya sutradara melainkan penulis skenario,” tandas Hanung panjang lebar. 

Sutradara Dewanya Film 

Seperti yang sudah disebut sebelumnya, dalam sebuah proyek pembuatan film, ada tiga jabatan  inti yang menentukan arah film. Sementara produser bertanggung jawab di urusan produksi, dan penulis menentukan alur cerita, sutradara adalah orang yang merangkum seluruh aspek dalam pembuatan film. 
“Sutradara mulai bekerja setelah skenario jadi. Lalu dibuatlah director treatment untuk dibagi ke seluruh kru film. Saat produksi, sutradara menjaga agar storyboard  hidup sesuai  imajinasi. Sutradara juga ikutan editing untuk menjaga kesinambungan antar shot agar menjadi sebuah scene, merangkum jadi sequence hingga jadi film,” panjang lebar Hanung bercerita tentang job desk-nya

Saat film dibuat, sutradara adalah mandornya. Saat ditonton, filmnya menjadi pengendali perasaan dan pemikiran penonton. Begitulah besarnya pengaruh sutradara. “Sutradara dianggap dewa, atau dianggap kreator utama dari sebuah film,” simpul Hanung.

Big Job, Big Result

“Sutradara itu bisa dapat penghasilan 25-400 juta Rupiah  per proyek,” bocor Hanung sambil menambahkan kalau di Indonesia ini profesi sutradara memiliki prospek yang cerah. 

“Banyak televisi yang lahir. Baik film, sinetron, FTV, film dokumenter, iklan, reality show, itu semua membutuhkan sutradara. Jadi sangat menjanjikan bukan,” tambah Hanung. 

Nah, untuk yang tertarik untuk nyemplung ke dunia penyutradaraan, Hanung pun berbagi tips. Selain wajib punya passion yang besar, kita harus rajin-rajin menonton film dan menulis. 

“Banyak nonton film membuat kita kaya akan referensi. Sering menulis membuat kita terbiasa untuk merangkai cerita,” tutup Hanung. 


Tidak ada komentar

Posting Komentar

© blogrr
Maira Gall